Sejujurnya gw capek. Perjalanan sejam tiap pulang-pergi Cibubur-Depok, ditambah menyeberang Margonda dan rel kereta tiap harinya, olahraga jantung banget, dan... Matrikulasi dari pagi sampe sore, jamnya orang kerja, bisa dibayangkan, macet, gerah, debu, oh...my...
Tapi hari ini, di pagi2 saat gw baru berjalan menuju tempat ngetemnya angkot ke Kampung Rambutan, gw melihat: seorang bapak2 tua (hampir se-kakek gw), berkacamata tua, dengan kulit terbakar, berjalan di depan gw. Dia mengenakan kemeja, celana panjang, dan tas ransel di punggungnya.
Gw membayangkan, apa yg dilakukan bapak ini ya? Apa dia sekolah? Waw, kalo begitu salut gw. Di umur segitu masih bersemangat menuntut ilmu. Atau... Dia mau pergi kerja aja? Mungkin aja cuma tas ransel itu yg dia punya. Atau... Kemungkinan2 lain? Bisa aja dia cuma ngiter di sana, bahwa dia orang desperate. Who knows?
Sorenya, pas gw pulang, masih menahan gerah dan macet dan debu di angkot dari Depok ke jalan Raya Bogor, di tengah perjalanan, dari dalam angkot, gw melihat seorang bapak tua (lagi2) berseragam kayak hansip (tapi bukan, lho) yg ada aplikasi namanya itu, berkacamata hitam a la Police/bug (gaktau mana yg bner) di tengah2 jalan meniup peluit mengatur lajunya kendaraan dari dua arah.
Apa yg akan kita pikirkan tentang mereka? It could be anything. Tapi, menurut gw bukan rasa kasihan yg mereka minta, yg mereka butuhkan bukan itu. Yg mereka butuhkan adalah kesadaran kita akan mereka.
Bagi gw, orang2 yg hampir bisa kita lihat di perjalanan kita tersebut, mereka adalah inspirasi, mereka adalah pengetuk pintu hati, pembuka pikiran.
Gw akan selalu ingat mereka, untuk mengingatkan gw bahwa gw harus menjadi seseorang yg bisa berarti bagi mereka, bisa berguna bagi mereka, memberikan kontribusi untuk mereka, rakyat Indonesia.
We are here for them. Itu adalah salah satu dari sekian alasan kita dilahirkan di dunia ini.
----
Sent using a Sony Ericsson mobile phone
No comments:
Post a Comment